Tuesday 14 January 2014

Rekonstruksi Sejarah Islam Masa Bani Umayyah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan di Indonesia telah termaktub di dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke empat yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tersebut ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menetapkan tiga jenis pendidikan yaitu pendidikan informal, formal dan non formal.[1] Meski demikian pemerintah mengharapkan tidak hanya terbatas pada tiga jenis pendidikan tersbut, melainkan pendidikan itu dilaksanakan sepanjang hayat.
Kenyataannya, penerapan pendidikan di Indonesia hanya berfokus pada pendidikan formal. Padahal pendidikan formal hanya mengembangkan sebagian dari potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Seharusnya, pendidikan formal juga didukung oleh pendidikan informal dan non formal agar semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat berkembang secara maksimal.
Hal ini lah yang belum disadari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Padahal sistem pendidikan pada zaman Bani Umayyah telah melaksanakan tujuan pendidikan secara maksimal. Hal ini terbukti dengan adanya halaqoh/kutab dalam proses pembelajaran pada zaman itu. Selain itu, terbukti dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada zaman tersebut.
Hal ini lah yang menjadi alasan bagi penulis untuk membuat makalah ini, dengan harapan penulis dan pembaca dapat mengetahui konsep pendidikan pada zaman Bani Umayyah. Selain itu diharapkan juga konsep pendidikan tersebut dapat di ambil nilai-nilai positifnya untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.




B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana problematika pendidikan di Indonesia?
2.      Bagaimana pendidikan di zaman Bani Umayyah?
3.      Bagaiamana rekonstruksi pendidikan pada zaman Bani Umayyah yang akan diterapkan di Indonesia?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana problematika pendidikan di Indonesia
2.      Untuk mengetahui bagaimana pendidikan di zaman Bani Umayyah
3.      Untuk mengetahui bagaiamana rekonstruksi pendidikan pada zaman Bani Umayyah yang akan diterapkan di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Problematika Pendidikan di Indonesia
Pendidikan sepanjang hayat (livelong education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya.[2] Pendidikan sepanjang hayat menjadi semakin tinggi urgensinya pada saat ini karena manusia terus menerus menyesuaikan diri supaya dapat  tetap hidup secara wajar dalam lingkungan masyarakat yang selalu berubah. Sisi lain pendidikan sepanjang hayat adalah peluang yang luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat meraih keadaan kehidupan yang lebih baik.
Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa pendidikan dilakukan sepanjang hayat. Hal ini berarti pendidikan terus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pada dasarnya pendidikan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang akan digunakan dalam masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
            Pendidikan yang dimaksud tersebut adalah pendidikan yang tidak hanya terbatas pada satu sistem atau kebijakan pemerintah saja, melainkan pendidikan juga harus dilaksanakan di luar sistem sebagai penunjang kebutuhan peserta didik kelaknya. Misalnya, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki di luar pendidikan formal, karena pendidikan pada jenis ini hanya memiliki waktu belajar yang sedikit serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi kebutuhan peserta didik.
Tentu saja pengembangan potensi ini menjadi kurang maksimal. Untuk itulah dibutuhkan kerjasama baik dari pendidikan informal maupun pendidikan non formal. Pada dasarnya pendidikan non formal yang ada pada masyarakat mampu mencukupi kebutuhan peserta didik, dengan cara adanya keterkaitan anatara pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Namun kenyataannya, masayarakat belum menyadari peran tersebut sepenuhnya, sehingaa lembaga pendidikan non formal dirasa masih belum memnuhi kebutuhan peserta didik. Apabila hal ini terus berlanjut, maka bisa dikatakan belum adanya wahana penyaluran untuk mengembangkan  potensi peserta  didik di luar pendidikan formal. Dari permasalahan inilah penulis ingin memberikan solusi persfektif sejarah pendidikan yang ada pada Bani Umayyah.

B.     Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Secara esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan, diantaranya dapat di uraikan pada pembahasan berikut:
1.      Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi. [3]Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
Sejalan dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah:

a.       Kurikulum Pendidikan Rendah
Terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga pendidikan.
Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu: belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirannya, hadis dan mengumpulkannya, serta  fiqih (tasri’).
b.      Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).
2.      Lembaga pendidikan islam pada masa Bani Umayyah
Lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga pendidikan formal)  dan pengetahuan umum (non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a.       Shuffah, adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan langsung dari nabi. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
b.      Kuttab/Maktab,adalah Lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar.
c.       Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
d.      Majlis, yang berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain dari pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. Majlis al-Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hokum kemudian difatwakan.
e.       Masjid, Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
f.       Khan, berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.
g.      Badi’ah, Secara harfiah badiah artinya dusun Badui di padang sahara yang di dalam terdapat padang sahara yang didalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Lembaga Pendidikan  ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang digagas oleh khalifah Abdul Malik Ibn Marwan. Akibat dari Arabisasi ini maka muncullah ilmu qawaid dan cabang ilmu lainnya mempelajari bahasa Arab. Melaui pendidikan di Badiah ini,maka bahasa Arab dapat sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab,dan sekitarnya. Dengan demikian banyak para penguasa yang mengirim anaknya untuk belajar bahasa Arab ke Badiah.
3.      Madrasah-Madrasah pada Masa Bani Umayyah
a.       Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
b.      Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c.       Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
d.      Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
e.       Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
f.       Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).





C.    Rekonstruksi Pendidikan pada Masa Bani Umayyah untuk di Terapkan di Indonesia
Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya penulis menawarkan sebuah rekonstruksi untuk mengatasi problematika pendidikan terkait dengan pengembangan potensi peserta pedidik dalam pendidikan non formal.
Penulis menawarkan konsep pendidikan yang direduksi dari kurikulum pendidikan Tinggi pada zaman Bani Umayyah. Dijelaskan bahwa kurikulum tersebut terdapat halaqoh/proses belajar yang tidak mengikat peserta didik untuk mendapatkan materi pelajaran.
Hal inilah yang diinginkan penulis untuk memaksimalkan pendidikan non formal di masyarakat. Sebenarnya pendidikan seperti ini sudah ada, hanya saja belum di respon oleh masyarakat, sehingga peserta didik yang mengikuti kegiatan tersebut relatif sedikit. Hal ini berdampak pada sedikitnya jumlah jenis pendidikan seperti ini di tengah masyarakat. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu penyebab kurangnya para tokoh pendidikan Islam untuk menyelenggarakan kajian-kajian keilmuan di luar pendidikan formal.
Sebagai contoh seperti yang diketahui di kota Yogya ini baru terdapat beberapa kajian ke ilmuan yang telah diselenggarakan. Sebut saja ada Padepokan Musya Asy’ari yang menyelenggarakan kajian setiap bulan yang memberi ruang pada semua pemikiran kreatif anak bangsa, berisi kajian keilmuan yang menyediakan ruang untuk tumbuhnya gagasan paradigmatik yang berguna bagi kemajuan bangsa untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat.[4]
Kemudian juga ada tokoh yang kita kenal sebagai Seniman sekaligus pendakwah yakni Emha Ainun Najib. Beliau juga melaksanakan kajian sebagaimana yang dilakukan oleh Musya Asy’arie di padepokannya. Emha Ainun Najib memberikan ruang umum kepada masyarakat untuk ikut pada kajian yang ia selenggarakan setiap bulan bertempat di rumahnya sendiri.
Hal ini lah yang sangat diinginkan oleh penulis untuk kita sadari bersama. Harusnya, Indonesia, Yogya khususnya yang memang notabene nya kota pelajar yang syarat dengan tokoh-tokoh besar, kiranya cukup mumpuni untuk membuka kajian-kajian keilmuan seperti yang sudah dilakukan oleh Prof. Musya Asy’ari dan Emha Ainun Najib, dengan harapan lembaga pendidikan non formal seperti ini pada akhirnya mampu untuk mengangkat dan memajukan pendidikan bangsa Inonesia.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Problematika pendidikan di Indonesia sangatlah komplek, salah satunya adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pendidikan non formal yang seharusnya mampu di manfaatkan sebaik-baiknya.
Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah tidak jauh berbeda dengan masa Khulafauur rasyidin, namun pada masa Bani Umayyah terdapat kemuajuan yang cukup signifikan. Pada masa Bani Umayyah terdapat dua kurikulum yang diterapkan di sana, yakni kurikulum pendidikan rendah dan kurikulum pendidikan tinggi. Selain itu juga terdapat lemabaga pendidikan seperti kuttab, suffah, masjid, halaqoh, rumah sakit dll.
Rekonstruksi yang bisa kita ambil pada Zaman Bani Umayyah untuk dapat diterapkan pada pendidikan di Indonesia adalah, pengembangan pendidikan non formal berbasis ke ilmuan seperti padepokan Musya Ast’ari dan Kajian Emha Ainun Najib. Kajian-kajian keilmuan di luar pendidikan formal seperti ini diharapkan dapat berkembang di masyarakat Indonesia, agar tercipta kultur keilmuan yang diharapkan dapat memajukan pendidikan di Indonesia.

B.     Saran
Baik penulis ataupun pembaca, semoga dapat mengambil hikmah rekonstruksi di atas dan mampu menerapkannya pada tatanan masyarakat di lingkungan sendiri maupun masyarakat luas.



Daftar Pustaka
-          Hamayulis, Perubahan Konsep Filsafat dan Metodelogi dari Era Rasulullah sampai Ulama Nusantara, Jakarta : Kalamulia, 2012
-          Abuddin Nata (terj.), Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Pertengahan, Canada: Montreal, 2000,
-          Dwi Siswoyo, dkk, Ilmu Pendidikan , Yogyakarta : UNY Press,2008
-          padmajogjatama.blogspot.com/2009/.../padepokan-musa-asyarie.html
-          UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional



[1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[2] Dwi Siswoyo, dkk, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta : UNY Press,2008) hlm. 146.
[3] Hamayulis, Perubahan Konsep Filsafat dan Metodelogi dari Era Rasulullah sampai Ulama Nusantara, (Jakarta : Kalamulia, 2012), hal. 71.
[4] padmajogjatama.blogspot.com/2009/.../padepokan-musa-asyarie.html
            

No comments:

Post a Comment