Saturday 30 April 2016

MAKALAH UPAYA MENGATASI FAHAM RADIKAL DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

MAKALAH

UPAYA MENGATASI FAHAM RADIKAL DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH















Disusun Oleh :
Maria Ulfah, S.Pd.I





PEMBIBITAN CALON DA’I MUDA (PCDM)
TINGKAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara pluralis di mana kemajemukan hadir dan berkembang di dalamnya. Kemajemukan negara Indonesia dapat dilihat dari berbagai macam, suku, ras, budaya, bahkan agama tumbuh di dalamnya. Kemajemukan itu memberikan nilai plus tersendiri bagi negara Indonesia. Namun di sisi lain kemajemukan itu telah membawa akibat yaitu adanya perjumpaan yang semakin intensif antar kelompok-kelompok manusia. Salah satunya adalah pergesekan yang seringkali terjadi di antara agama-agama yang berbeda, bahkan antar internal agama itu sendiri.
Ketika memfokuskan pada agama, maka sesungguhnya ada fenomena yang menarik dalam hubungan antar umat beragama di Indonesia. Fenomena menarik karena sebagian besar masyarakat Indonesia senantiasa mengkondisikan dirinya dalam hubungan mayoritas-minoritas, apalagi ketika hal itu dikaitkan dengan urusan agama. Hal itu sudah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-pengalaman konkrit yang hadir dalam realitas masyarakat Indonesia. Realitas itu nampak kembali melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. 
Radikalisme,  anarkisme  atau  kekerasan  bernuansa  agama  cenderung  terus  meningkat  atau  setidaknya  timbul  tenggelam  dalam beberapa tahun belakangan ini. Radikalisme yang  memunculkan  konflik  dan  kekerasan  sosial  bernuansa dan berlatarkan agama  terus merebak.  Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia cenderung disandarkan pada faham keagamaan (khususnya Islam), sekalipun sumbu radikalisme bisa lahir dari mana saja seperti ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya.
Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting khususnya bagi umat Islam hari ini. Berbagai  aksi teror dan pengeboman telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama yang menyukai jalan kekerasan yang dianggap “suci” untuk menyebarkannya. Sekalipun hal ini dapat dengan mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror adalah seorang muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam hari ini. Oleh karenanya, peran berbagai pihak dalam mengatasai berkembangnya faham radikal di Indonesia khususnya di Kalimantan Tengah sangat diharapkan.



Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
Apa itu radikalisme dan penyebabnya?
Bagaimana penyebaran radikalisme?
Bagaimana kondisi terkini radikalisme di Kalimantan Tengah?
Bagaimana upaya mengatasai radikalisme di Kalimantan Tengah?

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu radikalisme, penyebab radikalisme, dan cara penyebarannya serta realita radikalisme dan upaya untuk mengatasinya di Provinsi Kalimantan Tengah

BAB II
PEMBAHASAN
Radikalisme dan Penyebabnya
Pengertian Radikalisme
Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) radikalisme berarti (1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme bisa dibedakan ke dalam dua level, yaitu level pemikiran dan level aksi atau tindakan. Pada level pemikiran, radikalisme masih berupa wacana, konsep dan gagasan yang masih diperbincangkan, yang intinya mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Adapun pada level aksi atau tindakan, radikalisme bisa berada pada ranah sosial-politik dan agama. Pada ranah politik, faham ini tampak tercermin dari adanya tindakan memaksakan pendapatnya dengan cara-cara yang melawan hukum, bahkan bisa berupa tindakan mobilisasi masa untuk kepentingan politik tertentu dan berujung pada konflik sosial.
Pada bidang keagamaan, fenomena  radikalisme agama tercermin dari tindakan-tindakan anarkis atas nama agama dari sekelompok orang terhadap kelompok pemeluk agama lain (eksternal) atau kelompok seagama  (internal) yang berbeda dan dianggap sesat. Termasuk dalam tindakan radikalisme agama adalah aktifitas untuk memaksakan pendapat, keinginan, dan cita-cita keagamaan dengan jalan kekerasan. Radikalisme agama bisa menjangkiti semua pemeluk agama, tidak terkecuali di kalangan pemeluk Islam.

Penyebab Munculnya Radikalisme
Peningkatan radikalisme keagamaan banyak berakar pada kenyataan kian merebaknya berbagai penafsiran, pemahaman, aliran, bahkan sekte di dalam (intra) satu agama tertentu. Menurut Azyumardi Azra, di kalangan Islam, radikalisme keagamaan itu banyak bersumber dari:
Pemahaman keagamaan yang literal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Pemahaman seperti itu hampir tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok muslim lain yang umumnya moderat, dan karena itu menjadi arus utama (mainstream) umat. Kelompok umat Islam yang berpaham seperti ini sudah muncul sejak masa al-Khulafa’ al-Rasyidin keempat Ali ibn Abi Thalib dalam bentuk kaum Khawarij yang sangat radikal dan melakukan banyak pembunuhan terhadap pemimpin muslim yang telah mereka nyatakan ‘kafir’.
Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam pada masa tertentu. Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti Wahabiyah yang muncul di Semenanjung Arabia pada akhir abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel Salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai bid’ah’, yang tidak jarang mereka lakukan dengan cara-cara kekerasan.
Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat. Masih berlanjutnya konflik sosial bernuansa intra dan antar agama dalam masa reformasi ini, sekali lagi, disebabkan berbagai faktor amat kompleks. Pertama, berkaitan dengan euforia kebebasan, dimana setiap orang atau kelompok merasa dapat mengekspresikan kebebasan dan kemauannya, tanpa peduli dengan pihak-pihak lain. Dengan demikian terdapat gejala menurunnya toleransi. Kedua, masih berlanjutnya fragmentasi politik dan sosial khususnya di kalangan elit politik, sosial, militer, yang terus mengimbas ke lapisan bawah (grassroot) dan menimbulkan konflik horizontal yang laten dan luas. Terdapat berbagai indikasi, konflik dan kekerasan bernuansa agama bahkan di provokasi kalangan elit tertentu untuk kepentingan mereka sendiri. Ketiga, tidak konsistennya penegakan hukum. Beberapa kasus konflik dan kekerasan yang bernuasa agama atau membawa simbolisme agama menunjukkan indikasi konflik di antara aparat keamanan, dan bahkan kontestasi diantara kelompok-kelompok elit lokal. Keempat, meluasnya disorientasi dan dislokasi dalam masyarakat Indonesia, karena kesulitan-kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Kenaikan harga kebutuhan-kebutuhan sehari-hari lainnya membuat kalangan masyarakat semakin terhimpit dan terjepit. Akibatnya, orang-orang atau kelompok yang terhempas dan terkapar ini dengan mudah dan murah dapat melakukan tindakan emosional, dan bahkan dapat disewa untuk melakukan tindakan melanggar hukum dan kekerasan.


Penyebaran Faham Radikalisme
Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai sarana dan media untuk menyebarluaskan faham mereka, baik dalam rangka pengkaderan internal anggota maupun untuk kepentingan sosialisasi kepada masyarakat luas. Abdul Munip, menuliskan hal-hal berikut ini sebagai sarana yang ditempuh untuk menyebarluaskan faham radikalisme.
Melalui pengkaderan organisasi. Pengaderan organisasi adalah kegiatan pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota dari organisasi simpatisan atau pengusung radikalisme. Pengkaderan internal biasanya dilakukan dalam bentuk training calon anggota baru dan pembinaan anggota lama. Rekruitmen calon anggota baru dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh organisasi radikal Islam bawah tanah seperti NII, melalui apa yang sering disebut dengan pencucian otak (brainwashing). Hampir semua korban pencucian otak dari keompok ini menceritakan pengalamannya terkait dengan doktrinasi ajaran atau faham mereka yang sarat dengan muatan radikalisme, seperti diperbolehkannya melakukan kegiatan merampok untuk kepentingan NII.
Melalui masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”. Kelompok Islam radikal juga sangat lihai memanfaatkan masjid yang kurang “diurus” oleh masyarakat sekitar. Pemanfaatan masjid sebagai tempat untuk menyebarkan ideologi radikalisme Islam terungkap berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh CSRC dan dimuat di harian Republika pada tanggal 10 Januari 2010. Penelitian sejenis tampaknya perlu dilakukan di Yogyakarta, mengingat kota ini juga tidak luput sebagai basis beberapa gerakan Islam radikal.
Melalui majalah, buletin, dan booklet. Penyebaran ideologi radikalisme juga dilakukan melalui majalah, buletin dan booklet. Salah satu buletin yang berisi ajakan untuk mengedepankan jihad dengan kekerasan adalah buletin “Dakwah & Jihad” yang diterbitkan oleh Majelis Ar-Rayan Pamulang.
Melalui penerbitan buku-buku. Faham radikalisme juga disebarkan melalui buku-buku, baik terjemahan dari bahasa Arab, yang umumnya ditulis oleh para penulis Timur Tengah, maupun tulisan mereka sendiri. Tumbangnya pemerintahan Soeharto membuat kelompok-kelompok radikal yang dulu tiarap menjadi bangun kembali. Euforia reformasi ternyata juga berimbas dengan masuknya buku-buku berideologi radikal seperti jihad dari Timur Tengah ke Indonesia. Para penerbit pun tidak segan-segan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan tersebut kepada masayarakat. International Cricis Group(ICG) melalui laporan rutinnya mensinyalir bahwa buku-buku jihad diterbitkan oleh semacam jaringan penerbit yang memiliki kedekatan ideologis dengan Jamaah Islamiyah (JI). Sebagian besar perusahaan penerbitan yang terkait JI berada di Solo, dikelola oleh alumni Pondok Pesantren al-Mukmin, yang didirikan oleh Ba’asyir dan Sungkar, di Ngruki, Solo. Meskipun hanya sedikit sekali yang kelihatannya menjadi anggota IKAPI, hampir seluruhnya merupakan anggota Serikat Penerbit Islam atau SPI, sebuah asosiasi yang tampaknya didominasi oleh Ngruki. Rumah-rumah penerbitan ini muncul dalam situs mereka: http://solobook.wordpress.com/
Melalui internet. Selain menggunakan media kertas, kelompok radikal juga memanfaatkan dunia maya untuk menyebarluaskan buku-buku ataupun arttikel serta informasi tentang jihad. Diantaranya adalah www.arrahmah.com yang berisikan antara lain berupa berita-berita jihad di seluruh dunia, analisis jihad, artikel tentang jihad, jihad heroes dan lain-lain. Situs ini juga memberikan informasi tentang review terhadap buku-buku bemuatan jihad. Selain itu ada juga www.jihad.hexat.co yang secara gamblang, membeberkan jati dirinya. Situs jihad islami ini dibangun dengan maksud untuk memberikan penjelasan kepada umat Islam perihal jihad, sehingga tidak lagi ada antipati terhadap jihad yang merupakan bagian syariat Islam.

Kondisi Terkini Radikalisme di Kalimantan Tengah
Faham radikal telah merebak di berbagai penjuru wilayah Republik Indonesia, tak terkecuali di provinsi Kalimantan Tengah. Meskipun angka kasusnya tak setinggi angka kasus aksi radikal di pulau Jawa. Adapun kondisi terkini kasus terkait radikalisme di Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :
Salah seorang terduga pelaku bom di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, berinisial DKJ adalah warga RT 09/RW 03 Kel. Pasir Putih Kec. MB Ketapang Kab. Kotim dan sempat bekerja selama 2 tahun sebagai karyawan pada PT Charoen Pokphand Jaya Farm Sampit JL. Soedirman Km. 18.
Ditemukannya eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mencapai 1.068 orang yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota wilayah Kalimantan Tengah, kecuali Katingan dan Kapuas.

Upaya Mengatasai Radikalisme Di Kalimantan Tengah
Untuk mengatasi radikalisme tidak cukup satu-dua elemen saja yang bekerja, namun dibutuhkan peran seluruh elemen yang mau bekerja dan bersinergi guna mewujudkan masyarakat yang aman dan damai diKalimantan Tengah.
Peran Pemerintah
Pemerintah sebagai lembaga berwenang harus memberikan jaminan rasa aman dan keselamatan jiwa bagi warga negaranya. BNPT menilai UU tentang terorisme belum maksimal dalam membendung radikalisme di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan penguatan UU terorisme agar dapat meminimalisir perkembangannya serta memnjadi payung hukum yang kuat untuk menindak tegas pelaku terorisme dan radikalisme.
Selain itu, penguatan ideologi Pancasila pada pengajaran di sekolah-sekolah maupun universitas perlu dilakukan guna meningkatkan kesadaran warga Negara akan ideologi bangsa serta kecintaan terhadap NKRI, sehingga faham-faham yang bersifat membahayakan kesatuan NKRI dapat diminimalisir.
Peran Tokoh Agama
Di Indonesia, tokoh agama memiliki posisi yang sangat penting di dalam mencegah aksi terorisme. Hal ini dikarenakan tokoh agama di Indonesia, khususnya Islam, memliki aktivitas harian mendidik umat agar mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.Tokoh agama juga memiliki posisi yang disegani karena menjadi tauladan bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, peranan tokoh agama sangatlah penting untuk mendukung pencegahan radikalisme. Tokoh agama dapat memberi pemahaman mengenai ajaran nilai-nilai agama yang membawa kepada kedamaian. Hal ini dikarenakan esensi agama yang sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya untuk saling membenci, apalagi sampai melakukan kekerasan.
Jika tokoh agama berhasil menyampaikan pesan kedamaian, maka akan besar potensi terciptanya kehidupan yang tentram dan damai di tengah-tengah masyarakat. Pesan perdamaian dan anti kekerasan dapat disampaikan oleh tokoh agama di dalam banyak forum, seperti ceramah umum, pengajian, majlis taklim, dan bahkan melalui siaran media, seperti televisi dan radio.
Tema-tema yang sebaiknya diangkat oleh tokoh agama dalam melaksanakan kontra propaganda adalah tema-tema Islam Rahmatan lil’alamin yang fokus pada penjabaran sebenarnya mengenai jihad, toleransi antar umat beragama, dan cinta damai yang diajarkan oleh Islam.
Peran Keluarga dan Masyarakat
Keluarga merupakan benteng yang kokoh dalam menjaga keselamatan anggota keluarga dari berbagai bahaya yang mengancam kehidupan berakidah, salah satunya faham radikal. Oang tua itu adalah benteng terdepan dalam mencegah radikalisme, karena mereka paling awal membaca tanda-tanda ekstrimisme di tiap-tiap induvidu di dalam keluarga.Keluarga dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan terorisme mengingat interaksi kehidupan yang paling dekat berada di dalamnya. Keluarga diharapkan dapat menjadi penindak pertama yang tegas dalam memutus mata rantai penyusupan paham radikal.
Selain keluarga, masyarakat juga diharapkan dapat berperan sebagai kontrol faham radikal di masyarakat. Jika ada individu, perkumpulan ataupun gerakan yang mencurigakan (berbau radikalisme dan kekerasan), maka masyarakat harus aktif melaporkannya kepada p[ihak berwenang.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
radikalisme agama adalah aktifitas untuk memaksakan pendapat, keinginan, dan cita-cita keagamaan dengan jalan kekerasan. Adapun penyebab kemunculan radikalisme adalah pemahaman keagamaan yang literal, bacaan yang salah terhadap sejarah Islam dan pengaruh deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.
Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai cara untuk menyebarluaskan faham mereka, baik dalam bentuk pengkaderan organisasi, melalui masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”, melalui buku-buku, majalah, ebook dsb, serta melalu internet.
Angka kasus radikalisme di Kalimantan Tengah tak setinggi angka kasus radikal di pulau Jawa. Adapun kondisi terkini kasus terkait radikalisme di Kalimantan Tengah adalah ditemukannya 1.068 eks Gafatar dan DKJ terduga pelaku bom Sarinah yang berdomisili di wilayah Kalimantan Tengah
Untuk mengatasi radikalisme tidak cukup satu-dua elemen saja yang bekerja, namun dibutuhkan peran seluruh elemen (pemerintah, tokoh agama, keluarga dan masyarakat) yang mau bekerja dan bersinergi guna mewujudkan masyarakat yang aman dan damai diKalimantan Tengah.

Saran
Radikalisme telah menjadi isu yang kini mengancam jiwa serta kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, seluruh elemen harus bekerja dan bersinergi, bahu-membahu dalam menanggulanginya.
Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi, 2011.  “Akar radikalisme keagamaan peran aparat negara, pemimpin agama dan guru untuk kerukunanumatberagama”, makalah dalam workshop “Memperkuat Toleransi Melalui Institusi Sekolah”, yang diselenggarakan oleh The Habibie Center, tanggal 14 Mei 2011, di Hotel Aston Bogor.

http://nasional.vivanews.com/news/read/216735-korban--n11-kode-sebutan-nii diakses pada 29 April 2016

ICG, 2008. Industri Penerbitan Jemaah Islamiyah, Asia Report N°147. Jakarta : International Crisis Group
m.antaranews.com/berita/540214/bom-jakarta-cerita-dari-sampit-tentang-dkj-si-pelaku-teror 29 April 2016

Munip, Abdul, 2012.  “Menangkal Radikalisme Agama Di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Vol. I, No. 2
Pusat Bahasa Depdiknas RI, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Rokhad, Abu, 2012. Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Jurnal Wallisongo Vol. 20, No.1

www.banjarmasin.tribunnews.com/2016/02/17/pemprov-kalteng-akhirnya-pulangkan-ratusan-eks-gafatar

www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/03/150319_isis_bnpt_perppu 29 April 2016

Saturday 23 April 2016

Essay LPDP Afirmasi Kontribusiku Bagi Indonesia

Saya adalah seorang lulusan S1 Pendidikan Agama Islam. Sebagai sarjana pendidikan, saya memang sangat menyukai dunia pendidikan. Dapat berbagi apa yang kita miliki memberikan kepuasan tersendiri bagi diri saya pribadi.
Kontribusi yang pernah saya lakukan untuk Indonesia adalah, sejak kuliah saya telah mengajar baik di pendidikan formal maunpun non formal. Mencintai dunia anak, maka sejak semester 1 saya telah mengajar di beberapa TPA di lingkungan tempat saya tinggal. Saya juga mencoba mengajar eskul tilawah di sebuah SD Muhammadiyah di Yogyakarta. Saya memang sangat menyukai dunia pengajaran dan tilawah, selain mengasah bakat di UKM JQH Almizan saya juga tetap melatih talent saya sembari mengajarkannya, diantaranya saya sempat mengajar tilawah di Asrama UNY Jogjakarta dan STIKES Surya Global. Pengajaran privat rumah-kerumah juga sempat beberapa kali saya lakukan. 
Selepas lulus S1, saya bergabung dalam sebuah program kerelawanan di bidang pendidikan yang di selenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa. Program ini bernama Sekolah Guru Indonesia (SGI). SGI adalah program mengirimkan anak muda untuk menjadi guru di daerah 3T. Sàat itu saya mendapat lokasi penempatan di Wakatobi- Sulawesi Tenggara. Satu tahun menjadi guru di sana, kami melakukan berbagai macam kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, seperti mengajar, membuat PTK, menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama, melakukan parenting, membuat display pembelajaran.
 Selain itu kami juga aktif memberikan pelatihan kepada guru-guru di Wakatobi. Pada beberapa kesempatan, saya dan tim mengunjungi sekolah-sekolah untuk melakukan AMT (Achievement Motivation Training). Kami juga melakukan pemberdayaan masyarakat berbasis pendidikan. Kami memilih mendirikan perpustakaan desa yang kami beri nama Istana Baca Wakatobi (IBW). IBW berdiri di 6 titik di tiap desa kami di tempatkan. Bekerjasama dengan berbagai pihak ( Kementerian Keuangan, Gerakan Kendari Mengajar, Filatrophy Pendidikan, ODOJ Kendari, TV Sultra, RRI Sultra, dan para donatur serta orang tua siswa) maka akhirnya IBW dapat berdiri dan menjadi pusat tempat belajar ke dua setelah sekolah.
Dalam program yang sama, kami pernah melakukan pemberdayaan di desa Pojok, Kec. Salopa Kab. Tasikmalaya. Fokus pada literasi, kami terus membimbing anak-anak untuk menulis. Di akhir program, alhamdulillah telah terbit satu buah buku dari penerbit Mizan dengan judul "Jika Aku Menjadi". Buku ini adalah hasil tulisan anak-anak kampung Pojok yang kami latih setiap hari selama sebulan lamanya. Hikmah positif dari kegiatan tersebut, anak disana menjadi lebih percaya diri dan lebih tertarik menggali potensi dirinya, serta kesadaran orang tua dan anak akan budaya literasi meningkat signifikan.
Sedangkan kontribusi saya untuk Indonesia di masa yang akan datang adalah saya ingin membangun sebuah sekolah berbasis boarding yang mengintegrasikan pendidikan agama-sains secara bersamaan dalam kurikulumnya. Tak dapat dipungkiri, hari ini pendidikan kita mengalami krisis karakter. Diantara penyebabnya adalah adanya dikotomi ilmu pengetahuan. Sejujurnya, Indonesia tak kekurangan anak-anak pintar. Kita punya banyak, namun tak sedikit juga dari mereka miskin karakternya. Pun, bukan hal yang terlalu sulit menemukan anak bangsa yang baik karakternya, namun mereka tak memiliki kapasitas yang cukup untuk bersaing di dunia global. Oleh karenanya kita butuh sebuah formula khusus yang mampu menciptakan anak bangsa yang unggul dalam ilmu pengetahuan serta memiliki karakter mulia.
Sebagai solusinya, di masa depan saya ingin membangun sekolah dengan model tersebut. Dengan model pendidikan yang terintegrasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang unggul yang dapat memberikan kontribusi positif untuk bangsa Indonesia ke depannya. Sekolah ini nantinya juga akan memberlakukan subsidi silang dalam pendanaanya. Artinya, warga sekolah yang memiliki kelebihan secara finansial akan membantu mereka yang kurang secara finansial. Sekolah ini nantinya, diharapkan menjadi jalan bagi masyarakat yang ingin pendidikan berkualitas namun terkendala secara finansial. Saya rasa sekolah ini sangat cocok untuk di bangun, mengingat daerah asal saya (Sampit-Kalimantan Tengah) termasuk daerah yang masih berkembang pendidikannya.
Saat ini, saya telah mengamati dan menilai secara mendalam satu buah sekolah yang dapat saya jadikan model bagi sekolah impian saya. Kurikulum dan iklim sekolah sudah sedikit saya pelajari karena saya pernah terlibat disana. Selain itu, untuk mewujudkan mimpi ini, saya telah memiliki beberapa jejaring yang siap membantu sekolah ini nantinya. 
Selain ingin membangun sekolah tersebut, setelah lulus magister, saya juga ingin ikut terlibat dalam sharing ilmu pendidikan misalnya dalam bentuk training pendidikan atau sekedar dalam bentuk tulisan.Namun satu hal yang menjadi prinsip saya, di masa mendatang, apapun nantinya profesi yang akan saya jalani, saya ingin mendermakan diri, memberi manfaat seluas-luasnya untuk orang di sekeliling saya. 

Essay LPDP Afirmasi Sukses Terbesar dalam Hidupku

Sukses Terbesar dalam Hidupku
“Anak Miskin dilarang Sekolah”  itulah yang aku rasakan sejak kecil. Ayah meninggal saat aku berusia 7 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Kehidupan berbalik begitu saja saat ayah meninggal, karena ia adalah satu-satunya tulang punggung keluarga. Ibu hanya seorang IRT yang tak lulus SD, tentu sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Setelah ditinggal ayah, kehidupan ekonomi kami sangat sulit. Ibu juga bukan seorang yang mengerti pendidikan sehingga ia tak terlalu bersemangat menyekolahkan aku. Aku terancam putus sekolah sejak SD, namun nasihat mendiang ayah mengenai pentingnya pendidikan selalu menjadi motivasi besarku untuk dapat bersekolah setinggi-tngginya. Aku meyakini, bahwa dengan modal pendidikanlah kelak aku dapat merubah nasib keluargaku.
Aku tahu aku tak akan bisa sekolah di SMP karena gaji ibu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Aku menyadarinya dan aku tak ingin menyerah begitu saja. Aku memilih untuk menjual es lilin dan dagangan tetangga agar mendapat upah yang bisa ku tabung untuk membayar uang masuk SMP. Alhasil akupun bisa masuk SMP. Perjuangan tak berhenti di situ, saat aku menginjak kelas 3 SMP, aku kembali harus berfikir keras untuk melanjutkan sekolahku. Sempat ditawarkan oleh guru agama untuk masuk pesantren dan biayanya gratis, namun ibu tak merestui karena lokasinya sangat jauh, yakni di NTB. Kelulusanpun tiba, aku tak kunjung melihat peluang untuk sekolah. Teman-teman sudah mulai mendaftar di SMA-SMA favorit, semakin membuat hatiku miris. Aku mengadu kepada Allah. “Mintalah kepadaku maka akan ku kabulkan” begitu firman-Nya. Allah membukakan jalannya, ia tak memberikanku segepok uang, namun ia memberikanku sebuah keberanian dan azzam yang kuat untuk tetap meneruskan mimpiku untuk bersekolah.
Aku menjual antingku, satu-satunya perhiasan yang kumilki untuk membeli formulir di MAN. Akupun mengikuti tes masuk di sekolah itu dan dinyatakan lolos. Kali ini, masalahnya lebih besar dari sekedar harga formulir. Kini, aku harus membayar uang 1,3jt untuk biaya masuk. Saat itu, 50 ribupun aku tak punya, apalagi sebayak itu. Aku memberanikan diri untuk menghadap ke ketua remaja masjid untuk memberikanku uang arisan. Kami memang punya arisan mingguan, tiap minggunya membayar 5000. Alhamdulillah ketua dan para anggota lainnya setuju agar aku saja yang mendapat giliran menang arisan minggu ini, karena aku harus segera membayar uang sekolahku. Saat itu jumlahnya hanya Rp. 650.000. Tentu masih kurang setengahnya. Rejeki tak disangka-sangka, tetanggaku memberiku uang Rp. 700.000,maka akhirnya aku dapat melunasi tagihan itu. Aku dianggap cukup gila bagi orang-orang di lingkunganku bahkan keluargaku. Tak banyak orang yang mensupportku kecuali Kakek. Dialah orang yang paling mempercayai kemampuanku. Sejak Aliyah aku aktif dalam berbagai kegiatan dan perlombaan. Saat menang lomba, aku selalu menabung karena hal yang sama pasti akan terjadi saat aku akan kuliah nanti.
Tahun 2010, akupun lulus dari Aliyah. Ibu senang sekali karena tak menyangka aku akan bisa sekolah sejauh ini. Ia menangis haru dan mengatakan “mulai hari ini ibu akan selalu mendukungmu, ibu percaya padamu”. Hatiku terenyuh, tak ada hal yang lebih membahagiakan selain ridho seorang ibu. Bermodalkan ridho Ibu dan tabungan semasa SMA aku mendaftar kuliah di Jogja. Meski kali ini tantangannya lebih berdarah-darah dari sebelumnya, aku tetap menjalaninya. Untuk bisa bertahan hidup dan membayar kuliah aku mengajar privat, berjualan buku, jadi guru ngaji bahkan menjadi distributor baju dari Jogja ke Kalimantan. Segala peluang usaha kucoba untuk bertahan hidup dan Alhamdulillah sesekali bisa mentransfer uang untuk ibu di kampung. Ditengah kesibukan organisasi dan bekerja aku tetap focus kuliah. Aku selalu mengingat tujuan utamaku. Selain itu aku selalu bermabisi ingin cepat lulus karena ingin sesegera mungkin membantu ibu.
Alhamdulillah berkat ridho ibu aku lulus dengan IPK 3,66 dengan masa studi 3 tahun 4 bulan 29 hari. Tangis haru penuh rasa syukur saat ibu bisa hadir dan melihat aku wisuda. Ia memelukku haru penuh bangga. Pengorbanan terbayar sudah, Kini, kuliah bukan lagi hal tabu dalam keluarga besarku. Alhamdulillah semangat dan kegigihan ini dapat menginspirasi adik-adiku dan sepupu-sepupu serta orang di sekitarku untuk terus melanjutkan sekolah meski keadaan finansial tak bersahabat. Bagiku, sukses adalah saat diri kita bermanfaat untuk orang disekeliling kita. Dan hari ini, meski aku belum melakukan banyak hal, semoga ilmuku dapat menjadi jalan bagiku untuk memberi manfaat pada Ibuku tercinta, dan orang-orang diskelilingku seluas-luasnya.