Saturday 23 April 2016

Essay LPDP Afirmasi Sukses Terbesar dalam Hidupku

Sukses Terbesar dalam Hidupku
“Anak Miskin dilarang Sekolah”  itulah yang aku rasakan sejak kecil. Ayah meninggal saat aku berusia 7 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Kehidupan berbalik begitu saja saat ayah meninggal, karena ia adalah satu-satunya tulang punggung keluarga. Ibu hanya seorang IRT yang tak lulus SD, tentu sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Setelah ditinggal ayah, kehidupan ekonomi kami sangat sulit. Ibu juga bukan seorang yang mengerti pendidikan sehingga ia tak terlalu bersemangat menyekolahkan aku. Aku terancam putus sekolah sejak SD, namun nasihat mendiang ayah mengenai pentingnya pendidikan selalu menjadi motivasi besarku untuk dapat bersekolah setinggi-tngginya. Aku meyakini, bahwa dengan modal pendidikanlah kelak aku dapat merubah nasib keluargaku.
Aku tahu aku tak akan bisa sekolah di SMP karena gaji ibu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Aku menyadarinya dan aku tak ingin menyerah begitu saja. Aku memilih untuk menjual es lilin dan dagangan tetangga agar mendapat upah yang bisa ku tabung untuk membayar uang masuk SMP. Alhasil akupun bisa masuk SMP. Perjuangan tak berhenti di situ, saat aku menginjak kelas 3 SMP, aku kembali harus berfikir keras untuk melanjutkan sekolahku. Sempat ditawarkan oleh guru agama untuk masuk pesantren dan biayanya gratis, namun ibu tak merestui karena lokasinya sangat jauh, yakni di NTB. Kelulusanpun tiba, aku tak kunjung melihat peluang untuk sekolah. Teman-teman sudah mulai mendaftar di SMA-SMA favorit, semakin membuat hatiku miris. Aku mengadu kepada Allah. “Mintalah kepadaku maka akan ku kabulkan” begitu firman-Nya. Allah membukakan jalannya, ia tak memberikanku segepok uang, namun ia memberikanku sebuah keberanian dan azzam yang kuat untuk tetap meneruskan mimpiku untuk bersekolah.
Aku menjual antingku, satu-satunya perhiasan yang kumilki untuk membeli formulir di MAN. Akupun mengikuti tes masuk di sekolah itu dan dinyatakan lolos. Kali ini, masalahnya lebih besar dari sekedar harga formulir. Kini, aku harus membayar uang 1,3jt untuk biaya masuk. Saat itu, 50 ribupun aku tak punya, apalagi sebayak itu. Aku memberanikan diri untuk menghadap ke ketua remaja masjid untuk memberikanku uang arisan. Kami memang punya arisan mingguan, tiap minggunya membayar 5000. Alhamdulillah ketua dan para anggota lainnya setuju agar aku saja yang mendapat giliran menang arisan minggu ini, karena aku harus segera membayar uang sekolahku. Saat itu jumlahnya hanya Rp. 650.000. Tentu masih kurang setengahnya. Rejeki tak disangka-sangka, tetanggaku memberiku uang Rp. 700.000,maka akhirnya aku dapat melunasi tagihan itu. Aku dianggap cukup gila bagi orang-orang di lingkunganku bahkan keluargaku. Tak banyak orang yang mensupportku kecuali Kakek. Dialah orang yang paling mempercayai kemampuanku. Sejak Aliyah aku aktif dalam berbagai kegiatan dan perlombaan. Saat menang lomba, aku selalu menabung karena hal yang sama pasti akan terjadi saat aku akan kuliah nanti.
Tahun 2010, akupun lulus dari Aliyah. Ibu senang sekali karena tak menyangka aku akan bisa sekolah sejauh ini. Ia menangis haru dan mengatakan “mulai hari ini ibu akan selalu mendukungmu, ibu percaya padamu”. Hatiku terenyuh, tak ada hal yang lebih membahagiakan selain ridho seorang ibu. Bermodalkan ridho Ibu dan tabungan semasa SMA aku mendaftar kuliah di Jogja. Meski kali ini tantangannya lebih berdarah-darah dari sebelumnya, aku tetap menjalaninya. Untuk bisa bertahan hidup dan membayar kuliah aku mengajar privat, berjualan buku, jadi guru ngaji bahkan menjadi distributor baju dari Jogja ke Kalimantan. Segala peluang usaha kucoba untuk bertahan hidup dan Alhamdulillah sesekali bisa mentransfer uang untuk ibu di kampung. Ditengah kesibukan organisasi dan bekerja aku tetap focus kuliah. Aku selalu mengingat tujuan utamaku. Selain itu aku selalu bermabisi ingin cepat lulus karena ingin sesegera mungkin membantu ibu.
Alhamdulillah berkat ridho ibu aku lulus dengan IPK 3,66 dengan masa studi 3 tahun 4 bulan 29 hari. Tangis haru penuh rasa syukur saat ibu bisa hadir dan melihat aku wisuda. Ia memelukku haru penuh bangga. Pengorbanan terbayar sudah, Kini, kuliah bukan lagi hal tabu dalam keluarga besarku. Alhamdulillah semangat dan kegigihan ini dapat menginspirasi adik-adiku dan sepupu-sepupu serta orang di sekitarku untuk terus melanjutkan sekolah meski keadaan finansial tak bersahabat. Bagiku, sukses adalah saat diri kita bermanfaat untuk orang disekeliling kita. Dan hari ini, meski aku belum melakukan banyak hal, semoga ilmuku dapat menjadi jalan bagiku untuk memberi manfaat pada Ibuku tercinta, dan orang-orang diskelilingku seluas-luasnya.



1 comment: