Monday, 31 October 2016

Sekelumit Cerita Menaklukkan Beasiswa LPDP

Awardee LPDP. Will you be the next???


         Hai scholarship hunters.... kalian pasti sudah tahu apa itu Beasiswa LPDP. Beasiswa paling bergengsi di bumi Indonesia kita tercinta yang terkenal dengan ke profesionalan, integritasnya, berisi orang-orang kece dan kelancaran pencairan dananya..hehe. Kali ini aku akan membagikan pengalaman suka dan duka meraih beasiswa ini.
          LPDP banyak peminatnya tapi sedikit yang berhasil? Ya. LPDP memilih orang-orang yang berjiwa pemimpin? Ya. LPDP hanya menerima orang-orang pintar yang memiliki skor TOEFL atau IELTS yang tinggi? Gak juga.. Buat kalian yang takut mendaftar LPDP karena kemampuan bahasa Inggris yang masih "tiarap" jangan khawatir, karena LPDP itu baik banget. LPDP memberikan kesempatan pada anak bangsa yang tinggal di daerah 3T, mantan alumni bidikmisi, anak miskin berprestasi, atau anak bangsa yang memiliki prestasi dan mengharumkan nama Indonesia di tingkat nasional dan internasional. Namanya beasiswa Afirmasi. Kalian boleh cek di web LPDP. Beasiswa afirmasi ini memungkinkan orang-orang seperti kita (termasuk saya) yang ingin mengikuti beasiswa ini namun tidak memiliki skor TOEFL atau IELTS yang mencukupi. Lewat jalur afirmasi ini, LPDP memperbolehkan kita mendaftar hanya dengan skor TOEFL ITP 400. Sungguh baik hati bukan?

Ok... Inilah ceritaku saat mengikuti beasiswa LPDP


“Kemanapun engkau menghadap, di sanalah wajah Allah. Milik-Nyalah segala yang terbentang dari timur ke barat. Wahai manusia, atas segala hajatmu kembalilah pada-Nya”.
Inilah yang menjadi sumber kekuatanku mendaftar beasiswa LPDP. Aku bukanlah seorang yang hebat, berpengalaman luas apalagi memiliki kecakapan bahasa asing yang bagus. Saat mendaftar LPDP aku menggunakan sertifikat  TOEFL ITP dengan skor hanya 463. Sederet angka yang bisa saja ditertawakan saat tahu bahwa akupun mendaftar untuk tujuan luar negeri terlebih untuk University of Melbourne, Australia yang mensyaratkan skor IELTS 7.0 untuk fakultas pendidikannya. It’s OK. Mari bayar mimpi itu dengan do’a disertai perjuangan yang tak kenal menyerah. Yakinlah, tak ada hasil yang menipu usaha,
Oh ya, aku baru lulus seleksi wawancara setelah percobaan keduaku. Sebelumnya aku mendaftar di University College London, UK. Namun Tuhan belum berkehendak. Aku gagal dalam percobaan pertama itu. Masih jelas dalam ingatanku saat itu aku menerima email pada 10 Juni 2016 pukul 20.00. “Pengumuman Ketidak lulusanSeleksi…..” begitulah kira-kira judul email LPDP yang masuk di inboxku. FYI, bagi orang-orang yang sangat mengaharapkan LPDP, judul email semacam ini secara otomatis membuat jantung serasa berhenti berdetak. Serius, ini tak berlebihan. Dunia tetiba menjadi suram saat aku membaca lebih dalam email tersebut. Bagaimana tidak, aku begitu berharap bisa segera menjadi awardee, aku bahkan menolak beberapa panggilan kerja dengan sallary yang cukup menjanjikan hanya karena tidak ingin resign dari pekerjaan jika di tengah perjalanan LPDP menyatakan menerima pinanganku. Tentu kalian tahu bagaimana hancurnya hatiku. Satu malam penuh aku tak berhenti menangis. Apa yang salah? Apa yang kurang? Aku mereka ulang ingatanku saat hari wawancara. Aku menyadari aku begitu lemah pada bagian rencana studi. Konon katanya, kejelasan rencana studi adalah kunci utama lulus LPDP.
Satu malam penuh meluapkan segala kekecewaan. Pagi-pagi kubuka akun line ku. Sudah ratusan chat dari grup line “LPDP Seleksi Subtansi Jogja” menunggu untuk dibaca. Aku membaca dengan seksama. Ya Tuhan, aku tak sendiri. Ada banyak yang senasib denganku. Satu hal yang menarik, anak-anak hebat ini tak menangisi kegagalannya berlebihan, sibuk menyalahkan diri sendiri ataupun keadaan, yang mereka sampaikan dalam chatnya adalah refleksi-refleksi dan spirit untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi. Tetiba menjadi malu, apa yang sudah kulakukan untuk menguatkan diriku sendiri. Pagi itu aku kembali menemukan semangatku. Hari itu aku bertekad akan mendaftar kembali. Ku cek kembali dokumen-dokumenku. Melakukan riset ulang tentang universitas tujuan dan jurusan yang dipilih. Hitungan H+3 setelah pengumuman ketidaklulusan aku telah mensubmit pendaftaran kembali. Sungguh bukan karena terburu-buru, hanya saja dokumen-dokumenku hampir habis masa berlakunya. Saat itu aku sedang pengangguran, bukan hal yang menyenangkan jika harus menghabiskan uang ratusan ribu untuk tes kesehatan kembali. Saat mendaftar kembali aku cukup ragu, apakah akan memilih LN lagi, atau memilih DN saja. Saat itu, setiap orang yang ku ajak diskusi menyarankanku untuk memilih DN saja, karena kemungkinan lulusnya lebih besar, Tentu saja jiwa optimisku berontak, Aku tak pernah mentoleransi diriku menyerah terhadap sesuatu hanya karena ia terlihat sulit untuk di taklukkan. Aku teringat pesan Mas Budi Waluyo bahwa tidak ada jaminan keberhasilan yang pasti saat kita memperjuangkan sesuatu, namun segala kekhawatiran akan gagal jangan menjadi kebiasaan bagi kita untuk tak berjuang. Aku mantap memilih LN dengan segala konsekuensinya.
Tibalah saat pengumuman administrasi, aku “LULUS”. Kali ini aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Kalau aku gagal lagi, maka itu artinya kesempatan menjadi awardee LPDP tertutup sudah. Persiapan-persiapan mulai kulakuan. Aku mulai berlatih LGD, EOTS dan Wawancara bersama teman-teman lainnya yang lolos seleksi administrasi. Salah satu keuntungan latihan bersama adalah kita bisa memotivasi diri agar berusaha lebih keras lagi sebagaimana yang teman-teman lain lakukan. Seringkali aku merasa telah berusaha dengan maksimal. Aku mengukur usahaku dengan ukuran diriku sendiri. Padahal mungkin saja semua orang sedang berjalan menuju mimpi yang sama, yakni awardee LPDP. Saat aku berjalan, mereka bisa saja berlari, saat aku berlari mereka bisa saja berlari lebih cepat, satu hal yang pasti bahwa yang bergerak tentu saja akan mengalahkan yang berdiam diri.
Hari H seleksi pun tiba. Hari pertama aku mendapat jadwal seleksi Essay dan LGD. Seleksi yang paling menegangkan bagiku adalah LGD. Bagi yang memilih tujuan studi LN, diwajibkan LGD dalam bahasa Inggris. Terbayangkan bagaimana kemampuan speaking skor 463? Benar-benar speaking Inggris ala Indonesia, translate perkata. Bahkan aku tak tahu apa bahasa Inggrisnya “macet”. OMG, cukup memalukan, but, take it’s easy. Dunia belum kiamat hanya karena kamu lupa vocab saat LGD.  Di group LGD ku hanya aku yang afirmasi, yang lain sudah bersertifikat IELTS 7 dan memiliki LoA. Saat-saat seperti inilah mental mu diuji. Saat kita merasa inferior dibanding orang-orang disekitar. Kalau kita terus berfikir bahwa kita ada di bawah mereka, maka siapapun dapat membaca rasa rendah diri itu lewat suara dan gesture kita, dan itu fatal. LPDP tidak mencari pemuda impoten dalam hal kepercayaan diri. Tetaplah fokus pada nilai plus dirimu.
Untuk persiapan wawancara aku telah menyiapkan diri dengan berbagai list pertanyaan serta jawabannya dalam bahasa Inggris. Aku juga membuat alat peraga untuk menjelaskan rencana hidupku di masa depan. Begini modelnya.... benar benar alakadarnya.



Tak lupa memprint kurikulum pendidikan di UPI, UNJ dan UNY, jaga-jaga saja jika disuruh pindah dr LN ke DN, aku sudah punya jurus ampuh menolaknya.hehe. Tak lupa meminta doa Ibunda tercinta, karena aku meyakini bahwa do’a Ibu tak berhijab dengan Tuhan.
Hari itu, aku memasuki ruangan wawancara sambil mendo’a ke langit. “Tuhan ijinkan aku melalui ini dengan baik”. Wawancara mengalir begitu saja meski bahasa Inggrisku sangat terbatas. Persiapanku membuat alat peraga tak sia-sia. Saat aku menunjukkannya, mereka terlihat sangat antusias, bahkan salah satu pewawancara mengeluarkan HP nya untuk mengabadikan diriku yang sedang mempresentasikan rencana masa depanku dengan alat peraga tersebut. Mereka menggali lebih dalam tentang perjalanan hidup, prestasi dan aktivitas sosialku. Bahkan salah satu dari pewawancara sampai mengorek-ngorek facebook dan blogku. Namun semuanya terlewati dengan baik. Kini tinggal do’a. Saat ikhtiar telah maksimal maka do’alah yang menjadi penyempurnanya. Do’a menyodok langit di tiap malamnya dengan setulus-tulus permohonan
Finally, “Pengumuman Kelulusan…..” itulah email yang ku terima setelah menunggu satu bulan lamanya. Segala puji bagi Allah. Perjuangan ini terasa amat manis setelah melewati kerasnya perjuangan dan pahitnya kegagalan. Tuhan terimakasih telah menjaga semangat juang ini tetap membara. Perjalanan ke depan masih panjang. Tugasku selanjutnya adalah memastikan bangsa Indonesia tak keliru menitipkan pundi rupiahnya padaku. Semoga ilmu yang didapat selama studi menjadi jalan bagiku untuk ikut turun tangan membangun Indonesia tercinta. Aamiin.