Banyak yang bertanya-tanya kenapa ada para anak muda yang punya kesempatan hidup nyaman di kota-kota memilih ikut sebuah program yangakan menempatkan mereka pada sebuah desa terpencil sulit air suah air dan sinyal? Ada ribuan jawaban dari anak-anak muda pejuang itu.
Ketika saya diminta menuliskan alasan mengapa saya bergabung di SGI?
Saya menuliskan..............
Saya ingin bergabung menjadi
bagian dari Sekolah Guru Indonesia sebagi refleksi rasa syukur saya kepada
Tuhan yang begitu baiknya memberikan saya kesempatan untuk terus belajar. Saya
ingin mensyukuri kehidupan dengan pengabdian. Saya ingin hadiahkan 1 tahun umur
saya untuk mengabdi dan berbagi inspirasi pada mereka di pelosok negeri. Saya
ingin kabarkan pada mereka bahwa harapan mereka mengeni cita-cita itu masih ada
dan akan selalu ada. Saya ingin hadir di depan mata mereka yang penuh dengan
harapan, saya ingin katakan bahwa saya adalah bukti nyata seorang anak pelosok
di desa bumi pertiwi (kebetulan saya berasal dari daerah pelosok Kalimantan
Tengah) dengan segala keterbatasannya saya mampu bersaing dengan anak-anak kota
yang tersedia segala fasilitasnya.
Sungguh pada saat itu saya
punya seluruh persyaratan untuk pesimis, tapi saya memilih optimis meraih mimpi
saya dan saya telah membuktikannya. Saya ingin semangat ini menular, karena optimis
itu menular, inspirasi itu menular dan kebaikan itu juga menular. Saya ingin
menjadi penular dan yang ditular. Saya yakin, akan ada banyak hal yang bisa
saya pelajari dari mereka. Simbiosis mutualisme, begitu kira-kira saya
menyebutnya, karena saya yakin ketika saya terjun di sana nanti tidak hanya
saya yang akan berbagi inspirasi, tapi saya juga akan mendapat inspirasi. Itu
sebabnya saya yakin sekali pada perkataan pak Anies Baswedan bahwa mengajar di
pelosok itu bukan sebuah pengorbanan tapi kehormatan. Memang sebuah kehormatan
bagi siapapun nantinya yang akan bergabung disini, mereka diberi kesempatan
untuk mengenal Indonesia lebih dekat, memahami akar rumput yang sebenarnya,
yang tentu tidak setiap orang bisa memperoleh kesempatan itu.
Jauh sebelum saya lulus, saya
sudah begitu tertarik untuk bergabung dengan lembaga-lembaga yang memfasilitasi
anak-anak muda yang ingin mengabdi. Saya ingin sekali menjadi bagian dari
mereka yang peduli. Saya betul-betul sangat terkesan ketika menyaksikan liputan
NET TV yang menyiarkan tentang program SGI di daerah penempatan. Ada perasaan
haru menggebu yang membawa diri saya untuk melangkah sejauh ini di SGI. Saya
yakin, siapapun yang menyaksikan tayangan itu pasti akan merasakan semangat
mengabdi untuk ummat membara di dalam hatinya. Oleh karena itu, ketika toga
telah menancap di kepala saya, saya memilih untuk langsung bergabung dengan Sekolah
Guru Indonesia sebelum saya terjun ke
dunia kerja yang lain. Saya yakin SGI bisa dijadikan pengalaman mendasar yang
akan membentuk pirbadi dan menjadi bekal bagi saya sebelum saya berjuang dan
duduk menjadi orang besar dikemudian hari. Sekali lagi ini memang benar bukan
lah pengorbanan tapi sebuah kehormatan. Besok kita bisa menengok dengan bangga
bahwa kita pernah menjadi bagian dari generasi pembuka jalan, bagian dari usaha
mulia usaha kolektif memajukan bangsa melalui pendidikan.
Kini saya sudah berada dalam
lingkungan SGI. Euforia kebahagiaan dan haru itu begitu terasa. Satu hal yang
rasanya tidak bisa berhenti untuk saya syukuri, di SGI VII saya bertemu para
calon guru luar biasa. Kami tak pernah saling mengenal, tapi kami dieratkan
dalam satu misi satu semangat. “ Kami datang ke Bogor tidak saling mengenal,
dan Insya Allah kelak kami akan berpisah sebagai kawan seperjuangan yang ikhlas
mengabdi untuk negeri”. Di Bumi Pengembangan Insani kami semua terus belajar
berbagai macam hal yang akan menjadikan kami kuat dan tangguh serta membawa
manfaat untuk saudara kami di ujung sana. Aamiin… Kami semua yakin seselesainya
pembinaan ini kami mampu menjadi orang yang “Bangga menjadi guru. Guru berkarakter
menggenggam Indonesia”.
No comments:
Post a Comment