Sunday, 3 May 2015

Opini (Refleksi Hardiknas 2015, Pendidikan Indonesia Masih Harus Terus Berbenah)



Refleksi Hardiknas 2015, Pendidikan Indonesia Masih Harus Terus Berbenah
Oleh : Maria Ulfah, Guru SGI angkatan 7

Tanggal 2 Mei adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setiap tahun bangsa Indonesia menyambut penuh suka cita peringatan Hari Pendidikan Nasional ini. Hardiknas dimaknai sebagai momentum untuk refleksi bagi kita bangsa Indonesia mengenai perkembangan pendidikan sejak era sebelum kemerdekaan hingga kini.
Pemerintah telah melakukan upaya yang luar biasa untuk melunasi janji kemerdekaan yang satu ini (mencerdaskan kehidupan bangsa-red). Anggaran yang digelontorkanpun tak kalah besarnya. 20% dari APBN adalah bukti serius bangsa ini untuk menepati janjinya dalam hal pendidikan.
Sejalan dengan itu pula, santer kita dengar ketimpangan pendidikan terjadi dimana-mana. Biasanya pada peringatan Hardiknas ini, media gencar menampilkan potrt pendidikan Indonesia. Berbagai masalah dihadapkan pada bangsa Indonesia mulai dari, sekolah bocor, sekolah hampir roboh, mahalnya harga pendidikan hingga angka putus sekolah. Berbicara tentang permasalahan pendidikan di Indonesia, maka kita akan menemukan sedaftar list masalah yang seakan tak ada habisnya untuk diselesaikan. Mulai dari penggunaan dana pendidikan hingga kualitas pendidikannya.
Angka dana pendidikan yang besarbelum bisa menjadi jaminan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengakses pendidikan dengan layak. Pada tahun 2013 total anggaran untuk pendidikan mencapai Rp 345,335 triliun. Angka yang sangat besar itu hingga kini belum sepenuhnya bisa dirasakan oleh anak-anak yang tinggal di daerah 3T Indonesia. Jangankan berinteraksi dengan alat laboratorium dan alat peraga canggih lainnya, untuk ruang kelaspun mereka harus rela berbagi. Sebagian kelas harus berbagi dengan kelas yang lain. Bukan hanya di film-film kita dapat melihat ruang kelas yang disekat dengan triplek-triplek bolong, dalam dunia nyata keadaan miris seperti itu masih sering kita temui.
Berbicara kualitas pendidikan, pendidikan Indonesia juga masih menempati posisi yang jauh dibawah negara-negara tetangga lainnya. Pendidikan Indonesia pada tahun 2013 menduduki peringkat ke- 64 dari 120 negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus bekerja keras untuk menyetarakan kualitas pendidikannya sebagaimana negara tetangga lainnya, Singapore misalnya yang menempati rangking ke-25.
Lalu, siapakah yang bertanggung jawab untuk membenahi segala kekurangan pendidikan di bumi Pertiwi yang kita cintai ini? Pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Maka seluruh bangsa Indonesia harus ikut ambil bagian tanggungjawab untuk menyelesaikannya. Kita tak boleh menutup mata atas apa yang menimpa pendidikan kita. Untuk mencapai pendidikan yang baik dan berkualitas, maka seluruh lini harus ikut mabil bagian. Kerjasama, gotong royong, bahu-membahu dalam satu misi mencerdaskan kehidupan bangsa akan menjadi sebuah kekuatan hebat yang mendorong pencapaian kualitas pendidikan Indonesia kita. Maka bukan tidak mungkin, target “Generasi Emas Indonesia” pada tahun 2045 bisa dicapai dengan maksimal.
Peringatan Hardiknas tahun ini hendaknya kita jadikan momentum bersama untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab kita yang berwujud sebuah peran nyata untuk memperbaiki pendidikan. Dalam hal ini, ada 3 komponen yang harus saling bersinergi untuk pencapaian kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pertama, Pemerintah. Secara konstituional, negara bertanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan. Oleh karenanya, Anggaran 20% APBN adalah sebuah langkah hebat yang harus dipertahankan. Namun perlu diingat, bahwa dana besar saja tidak cukup menjadi jaminan pendidikan kita bisa lebih baik. Banyak hal-hal yang harus terus diperhatikan. Monitoring dan evaluasi dari seluruh pemegang tampuk amanah pendidikan harus gencar dilakukan. Sehingga problem-problem di lapanagan cepat terdeksi dan jalan keluarnya bisa segera dieksekusi. Sehingga tidak membuat rakyat berlarit-larut menunggu penyelesaian masalah yang menimpa mereka.
Kedua, Sekolah. Sebagai lembaga formal pendidikan, sekolah haruslah mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan anjuran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, hendaklah sekolah kembali pada filosofi “Taman Siswa” yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, dimana sekolah adalah sebuah tempat belajar yang menyenangkan dan dirindukan anak-anak. Guru adalah tokoh utama yang memainkan peranan penting di sebuah sekolah. Sudah semestinya, guru harus terus meningkatkan kualitas diri untuk menjadi fasilitator yang mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Ketiga, Orang Tua dan Masyarakat. Peran serta orang tua dan masyarakat sangat penting dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua dan masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memainkan perannya dengan baik. Di tengah era global yang kian gencarnya, membuat kemajuan teknologi memiliki dampak buruk bagi generasi bangsa. Kini media massa dan elektronik berlomba-lomba menjajakan tontonan yang bisa merusak moral anak-anak kita. Di sinilah peran orang tu dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan anak-anak kita tumbuh dengan baik dan bebas dari pengaruh-pengaruh negatif yang merusak masa depannya.

No comments:

Post a Comment