Refleksi
Hardiknas 2015, Pendidikan Indonesia Masih Harus Terus Berbenah
Oleh
: Maria Ulfah, Guru SGI angkatan 7
Tanggal 2 Mei adalah
hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setiap tahun bangsa Indonesia
menyambut penuh suka cita peringatan Hari Pendidikan Nasional ini. Hardiknas
dimaknai sebagai momentum untuk refleksi bagi kita bangsa Indonesia mengenai
perkembangan pendidikan sejak era sebelum kemerdekaan hingga kini.
Pemerintah telah
melakukan upaya yang luar biasa untuk melunasi janji kemerdekaan yang satu ini
(mencerdaskan kehidupan bangsa-red). Anggaran yang digelontorkanpun tak kalah
besarnya. 20% dari APBN adalah bukti serius bangsa ini untuk menepati janjinya
dalam hal pendidikan.
Sejalan dengan itu
pula, santer kita dengar ketimpangan pendidikan terjadi dimana-mana. Biasanya
pada peringatan Hardiknas ini, media gencar menampilkan potrt pendidikan
Indonesia. Berbagai masalah dihadapkan pada bangsa Indonesia mulai dari,
sekolah bocor, sekolah hampir roboh, mahalnya harga pendidikan hingga angka
putus sekolah. Berbicara tentang permasalahan pendidikan di Indonesia, maka
kita akan menemukan sedaftar list masalah yang seakan tak ada habisnya untuk
diselesaikan. Mulai dari penggunaan dana pendidikan hingga kualitas
pendidikannya.
Angka dana pendidikan
yang besarbelum bisa menjadi jaminan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengakses
pendidikan dengan layak. Pada tahun 2013 total anggaran untuk pendidikan
mencapai Rp 345,335 triliun. Angka yang sangat besar itu hingga kini belum sepenuhnya
bisa dirasakan oleh anak-anak yang tinggal di daerah 3T Indonesia. Jangankan
berinteraksi dengan alat laboratorium dan alat peraga canggih lainnya, untuk
ruang kelaspun mereka harus rela berbagi. Sebagian kelas harus berbagi dengan
kelas yang lain. Bukan hanya di film-film kita dapat melihat ruang kelas yang
disekat dengan triplek-triplek bolong, dalam dunia nyata keadaan miris seperti
itu masih sering kita temui.
Berbicara kualitas
pendidikan, pendidikan Indonesia juga masih menempati posisi yang jauh dibawah
negara-negara tetangga lainnya. Pendidikan Indonesia pada tahun 2013 menduduki
peringkat ke- 64 dari 120 negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus
bekerja keras untuk menyetarakan kualitas pendidikannya sebagaimana negara
tetangga lainnya, Singapore misalnya yang menempati rangking ke-25.
Lalu, siapakah yang
bertanggung jawab untuk membenahi segala kekurangan pendidikan di bumi Pertiwi
yang kita cintai ini? Pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Maka
seluruh bangsa Indonesia harus ikut ambil bagian tanggungjawab untuk
menyelesaikannya. Kita tak boleh menutup mata atas apa yang menimpa pendidikan
kita. Untuk mencapai pendidikan yang baik dan berkualitas, maka seluruh lini
harus ikut mabil bagian. Kerjasama, gotong royong, bahu-membahu dalam satu misi
mencerdaskan kehidupan bangsa akan menjadi sebuah kekuatan hebat yang mendorong
pencapaian kualitas pendidikan Indonesia kita. Maka bukan tidak mungkin, target
“Generasi Emas Indonesia” pada tahun 2045 bisa dicapai dengan maksimal.
Peringatan Hardiknas
tahun ini hendaknya kita jadikan momentum bersama untuk meningkatkan kesadaran
dan tanggung jawab kita yang berwujud sebuah peran nyata untuk memperbaiki
pendidikan. Dalam hal ini, ada 3 komponen yang harus saling bersinergi untuk
pencapaian kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pertama,
Pemerintah.
Secara konstituional, negara bertanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan
pendidikan. Oleh karenanya, Anggaran 20% APBN adalah sebuah langkah hebat yang
harus dipertahankan. Namun perlu diingat, bahwa dana besar saja tidak cukup
menjadi jaminan pendidikan kita bisa lebih baik. Banyak hal-hal yang harus
terus diperhatikan. Monitoring dan evaluasi dari seluruh pemegang tampuk amanah
pendidikan harus gencar dilakukan. Sehingga problem-problem di lapanagan cepat
terdeksi dan jalan keluarnya bisa segera dieksekusi. Sehingga tidak membuat
rakyat berlarit-larut menunggu penyelesaian masalah yang menimpa mereka.
Kedua,
Sekolah.
Sebagai lembaga formal pendidikan, sekolah haruslah mampu menjalankan tugas dan
fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan anjuran Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Anies Baswedan, hendaklah sekolah kembali pada filosofi “Taman
Siswa” yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, dimana sekolah adalah sebuah
tempat belajar yang menyenangkan dan dirindukan anak-anak. Guru adalah tokoh
utama yang memainkan peranan penting di sebuah sekolah. Sudah semestinya, guru
harus terus meningkatkan kualitas diri untuk menjadi fasilitator yang
mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Ketiga,
Orang
Tua dan Masyarakat. Peran serta orang tua dan masyarakat sangat penting dalam
mendidik anak-anaknya. Orang tua dan masyarakat sebagai kontrol sosial harus
mampu memainkan perannya dengan baik. Di tengah era global yang kian gencarnya,
membuat kemajuan teknologi memiliki dampak buruk bagi generasi bangsa. Kini
media massa dan elektronik berlomba-lomba menjajakan tontonan yang bisa merusak
moral anak-anak kita. Di sinilah peran orang tu dan masyarakat sangat
dibutuhkan untuk memastikan anak-anak kita tumbuh dengan baik dan bebas dari pengaruh-pengaruh
negatif yang merusak masa depannya.
No comments:
Post a Comment