Wednesday, 4 November 2015

Penguatan Riset pada Perguruan Tinggi, Menuju Indonesia Berdaya



Penguatan Riset pada Perguruan Tinggi, Menuju Indonesia Berdaya
(Oleh Maria Ulfah, S.Pd.I, Guru SGI-Dompet Dhuafa Angkatan 7)
Telah lama disadari bahwa kemajuan iptek dan riset memiliki peranan penting dalam kemajuan dan kesejahteraan sebuah negara. Dewasa ini Indonesia dilanda krisis luar biasa. Angka kemiskinan terus melompat tak terbendung. Ekonomi melemah, tak kunjung akhir. Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah ruah seharusnya mampu menjadi bangsa besar. Namun sumber daya manusia yang terbatas belum mampu mengantar rakyatnya menjadi lebih baik kesejahteraannya. Lemahnya riset menjadi salah satu faktor utama mengapa Indonesia masih berada di rangking bawah tingkat kesejahteraannya.
Pengembangan riset memegang sebuah peranan penting bagi sebuah negara untuk mencapai tangga kesejahteraan. Namun sayang, Indonesia masih amat rendah pengembangan risetnya.  Ancaman gagal panen yang memporak-porandakan ketahanan pangan Indonesia menjadi bukti nyata bahwa Indonesia masih sangat lemah dalam riset , khususnya tentang  riset Sains Perubahan Iklim. Diantara kerugian negara yang lain akibat lemahnya riset adalah peristiwa 1000 ha tanah  gambut yang dijadikan lahan pertanian, padahal setelah diteliti ternyata tanah gambut itu tidak cocok untuk pertanian. Alhasil negara mengalami kerugian yang besar.
Rendahnya riset Indonesia juga dapat kita lihat pada rendahnya nilai riset pada barang-barang/produk Indonesia yang di eksport keluar negeri.  Indonesia masih lebih sering menjual barang atau bahan mentah ke luar negeri, ketimbang menjualnya dalam bentuk sebuah produk yang bernilai tinggi. Bahan mentah itu jelas masih amat sangat murah harganya, hal ini tentu kurang menguntungkan bagi ekonomi Indonesia. Seandainya riset Indonesia sudah semaju negara-negara Barat, dengan SDA yang berlimpah tentu Indonesia bisa menjadi penghasil produk berkualitas yang punya nilai jual tinggi di pasar global yang tentunya akan memberi dampak baik bagi perekonomian Indonesia dan kesejahteraan penduduknya.

Di Indonesia, riset belum menjadi sebuah budaya. Di tingkat universitas yang nota benenya akademis dan ilmiah belum mampu menghasilkan budaya riset. Hal ini bisa kita lihat pada minimnya jumlah peneliti dan minimnya jumlah karya yang dipublikasi dalam jurnal international. Memang ada beberapa penilitian Indoensia yang mendapat penghargaan hingga kancah Internasional, namun hal ini belum berbanding lurus dengan banyaknya perguruan-perguruan tinggi di Indonesia serta jumlah penduduknya yang mencapai ratusan juta jiwa. Per Juni 2015, Indonesia hanya memiliki 15 riser berpaten internasional. Angka ini tentu jauh tertinggal bila dibandingkan dengan Tiongkok 314.000 paten internasional, Amerika  216.000, Jepang 32. 156, Singapura 637, bahkan dengan negara tetangga yang dulu belajar pada Indonesia yakni Malaysia dengan ujumlah riset berpaten internasionalnya mencapai 302 paten.
Tiap tahuannya ada ribuan mahasiswa yang masuk perguruan tinggi, dan tiap tahun pula ada ribuan orang dengan predikat sarjana lulus dari sebuah perguruan tinggi namun tak punya kecakapan yang memadai. Kurangnya basic riset pada pendidikan Indonesia pada akhirnya hanya mampu menghasilkan generasi-generasi ilmuan yang mandul dalam mengatasi permasalahan global yang kini tengah melanda Indonesia.

Hal ini semakin diperparah dengan minimnya dana riset yang diberikan pemerintah dari APBN Negara. Alokasi dana riset Indonesia  hanya 0,8% dari APBN. Jumlah angka yang jauh lebih keccil dibanding negara-negara lainnya yang menggelontorkan APBN mereka sebanyak 3,00 hingga 4,00 %. Menurut survey, negara yang paling banyak mengalokasikan uang negaranya untuk pengembangan riset diduduki oleh Amerika, China dan Jepang. Sedangkan Indonesia berada pada posisi 48 dari 72 negara yang disurvey. Maka tak heran bila yang mendominasi riset dan publikasi international adalah negara-negara yang besar anggaran risetnya. Hal ini menunjukkan dukungan dan apresiasi dari pemerintah terhadap para peneliti di indonesia dianggap kurang memadai untuk mendorong para peneliti menghasilkan riset-riset handal yang bermanfaat untuk negara.
Lemahnya riset juga menjadi faktor yang menjadikan Indonesia tertinggal dengan negara-negara barat yang getol dengan ilmu sain dan risetnya. Indonesia hanya menjadi penonton dalam panggung global. Daya saing Indonesia di kancah global akan semakin melorot apabila pengembangan sains, tekonologi dan riset tak menjadi perhatian.
Pendidikan Tinggi Indonesia sebagai ujung tombak kemajuan riset Indonesia tentu harus meningkatkan kompetensi risetnya. Penguatan riset pada pendidikan Indonesia mutlak menjadi sebuah keharusan karena kontribusinya dalam mengatasi permasalahan pelik yang melanda Indonesia.Oleh karenanya perlu digalakkan kembali, pendidikan yang kuat dengan riset, karena riset dianggap  mampu mencari berbagai alternatif pemecahan masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan sekitar.

Kementrian Riset dan Tekhnologi sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab akan hal ini,hendaknya mengambil langkah kongkrit agar perkembangan riset Indonesia tak jalan ditempat dengan membuat sebuah terobosan yang mampu membangkitan semangat riset di Indonesia. Tak kalah penting, Kemristek juga harus dapat memastikan perguruan-perguruan tinggi di Indonesia mampu  menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan yang kuat riset. Jika riset Indonesia kuat dan maju, maka secara otomatis tingat kesejahteraan bangsa ini juga akan terus membaik dan menjadi negara kuat dan bermartabat dalam kancah global.

No comments:

Post a Comment